Senin, 06 Februari 2017

CINTA TELAH PERGI - (2 Dia anak ku)

2
Dia anakku
            Hari demi hari,  tahun demi tahun, hingga sepuluh tahun berlalu. Setelah kejadian itu mereka tetap mencari. Namun tidak ada kabar tentang keberadaan anak  mereka. Suatu malam di tempat tidur Bu Rosa dan Pak Adam. “Pah hari ini ulang tahun anak kita, dia sedang apa ya? Apa dia baik-baik saja? Apa dia sudah makan? Apa dia tumbuh dengan sangat cantik? Apa dia masih hidup?”  tanya Bu Rosa pada suaminya.
            “Sudahlah Mah, anak kita pasti ketemu! Sebenarnya… Papah sudah dapat kabar kalau anak kita ada di sebuah panti asuhan. Nama panti asuhan itu ‘Panti Asuhan Kasih’. Tapi setelah Papah ke sana, panti itu sudah tidak ada. Kata penduduk di sana panti itu kebakaran.”
            “Apa Pah? Gimana dengan anak kita?” tanya Bu Rosa syok.
            “Mamah tenang dulu, jangan panik! Papah mendapatkan kabar jika semua yang ada di panti itu selamat. Karena saat itu mereka semua sedang berlibur,  mungkin karena ada salah satu pengurus yang lupa mematikan kompor akhirnya terjadi kebakaran. Mereka semua sudah pindah, Papah sedang mencari ke mana mereka pindah.  Tapi masyarakat di sana tidak ada yang tahu mereka pindah ke mana.”
            “Syukurlah,” ujar Bu Rosa lega.
            “Sudah Mamah tidurlah!”
            Sedangkan di tempat lain di panti asuhan pada waktu yang sama, ada dua orang anak perempuan sedang tiduran di ranjang yang berbeda. “Kamu belum tidur?” tanya seorang anak pada anak lainnya.
            “Belum,  aku sedang melanjutkan bacaanku,” jawabnya.
            “Dua minggu lagi kita ulang tahun,  kamu ingin kado apa?.”
            “Aku inginnn... TIDUR ngantuk.”
            “Yaaah kamu! Iya sih, aku juga sudah ngantuk. Tapi Dah, tadi Bunda berkata sesuatu yang menyejukanku. Dia bilang, ‘Tuhan itu selalu bersama kita. Semua yang terjadi itu mungkin sudah rencana tuhan,  dan rencana tuhan itu selalu indah.’ Selamat tidur Dah!”
Lalu mereka saling membelakangi, mengahadap ding-ding. Bukannya tidur, mereka malah melamun, lalu mereka pun mencoba untuk memejamkan mata mereka. Mencoba tidur dan melupakan semua hal yang pernah terjadi.
Dua minggu kemudian akhirnya Bu Rosa dan Pak Adam, mendapatkan petunjuk bahwa anak mereka berada di sebuah panti asuhan. Mereka pun bergegas  ke sana. Panti asuhan KASIH namanya, panti asuhan itu  berada di atas bukit. Saat itu dua orang anak perempuan sedang bermain ayunan di halaman belakang panti. Ada pohon besar yang rindang di atas dua ayunan yang diduduki kedua anak perempuan itu. Ayunan yang menghadap ke bukit lainnya didepannya, dan dipisahkan oleh jurang yang di batasi pagar bambu berwarna putih. Halaman belakang yang begitu sejuk dan menenangkan hati. Di tambah aroma-aroma bunga yang semerbak menghanyutkan lamunan. Mereka tersenyum menikmati setiap hembusan angin yang menerpa setiap helai rambut mereka.
            “Indah, saat kemarin kita ulang tahun kamu meminta apa waktu berdoa?” tanya seorang gadis kecil bernama Cinta. Indah hanya diam dan menghela nafas (sambil mengingat pesta kecil dua minggu yang lalu), lalu melihat teman yang berada disampingnya itu.
“Kalau aku sih, hanya ingin bertemu dengan orang tua kandungku saja.  Dan jika aku diberi kesempatan oleh Allah, aku mau melakukan yang terbaik untuk mereka supaya mereka tidak membuangku lagi (lalu melamun),” kata Cinta.
“Bodoh! dengan mereka membuangmu, berarti mereka tidak menginginkan kehadiranmu lagi. Kamu tahu yang aku harapkan waktu itu, cuma… punya orang tua angkat yang kaya dan sayang sama aku,” kata Indah sambil melihat lagi teman yang disebelahnya.

Bu Rosa dan Pak Adam sampai di panti asuhan. Di sana mereka bertemu dengan pengurus panti bernama Bunda Nia. Bu Rosa dan Pak Adam pun menceritakan maksud dan tujuan mereka. Mereka datang kesitu untuk bertemu anak mereka yang berada di panti ini, sekaligus ingin mengangkat anak lain untuk mejadi saudara angkat anaknya. Bunda Nia pun mengerti,  dan menjelaskan kejadian sepuluh tahun yang lalu yang sangat ia ingat.

“Sepuluh tahun yang lalu  tepat di hari yang sama,  malam itu saya mendengar  tangisan bayi di halaman panti. Setelah saya cari-cari sumber tangisan itu bersama pengurus yang lain. Saya menemukan bayi,  saya pun mengambil bayi tersebut. Namun suara tangisan itu masih ada padahal bayi yang saya gendong sudah tidak menangis. Ternyata pengurus yang lain menemukan bayi juga tak jauh dari situ (sambil mengingat kisah sepuluh tahun yang lalu). Keduanya adalah bayi perempan. Kami memberi nama mereka ‘Indah dan Cinta’.  Setelah beberapa bulan kemudian ternyata kami tahu bahwa Indah mempunyai penyakit tumor. Tak lama, Dokter pun mendiagnosa yang sama pada Cinta, keduanya ternyata mempunyai penyakit yang serius di bagian kepala,” kata Bunda Nia, “Begini Bu saat usia Indah sekitar satu tahun Indah telah dioperasi untuk pengangkatan tumornya. Dokter mengatakan bahwa Indah sudah sembuh. Begitu pun dengan Cinta pada saat berusia tiga tahun Dokter pun mengatakan yang sama. Namun, setahun belakangan ini Cinta sering sakit. Dokter bilang  itu hanya sakit kepala biasa,” tambahnya.
            “Mereka juga merupakan anak-anak yang pintar. Indah selalu peringkat pertama dan Cinta peringkat duanya saat di sekolah,” tambah salah satu pengurus.
“Pah,  berarti Indah adalah anak kita. Papah ingat Dokter itu bilang kalo kemungkinan anak kita sakit tumor otak dan masih bisa disembuhkan lewat jalan oprasi. Iyakan Pah?”
 “Jangan tergesah-gesah seperti itu, kita harus melakukan tes DNA dulu Bu…,” timbal Bunda Nia kaget.
 “Oh ya, ibu punya foto anak kami waktu bayi? Kebetulan saat itu kami belum sempat di foto karena kesibukan kami di tempat kerja,” kata Bu Rosa.
“Lima tahun yang lalu panti kami kebakaran dan semuanya terbakar. Yang tersisa hanyalah pakaian yang kami kenakan. Lalu kami pindah ke sini.”
“Iya Bu, kami sudah tahu tentang kebakaran itu,”  kata Bu Rosa.
Bunda Nia pun menyuruh salah satu pengurus panti untuk  memanggil Indah dan Cinta. Indah dan Cinta yang saat itu bermain ayunan di taman belakang panti pun terkejut dengan panggilan salah satu pengurus panti.
“Indah-Cinta kalian dipanggil sama Bunda Nia.”
“Ada apa ya Bunda?”  tanya Indah.
“Lihat saja nanti di sana.”
“Ada apa ya (sambil melihat Cinta dan saling bertatapan)? Ah,  apa mungkin ada yang mau mengadopsi anak lagi?”  gumam Indah dalam hati.
“Ayo kita pergi!” ajak Cinta pada Indah.

“Indah-Cinta ayo duduk sini!” kata Bunda Nia.
Bunda Nia pun menjelaskannya kepada mereka. Maksud ke datangan Bu Rosa dan Pak Adam datang ke sini. Cinta sangat senang mendengarnya,  Cinta senang bisa bertemu dengan orang tua kandungnya. Sedangkan Indah awalnya sangat terkejut,  apa mungkin orang tua kandungnya sangat kaya? Tapi Indah kemudian tersenyum karena ternyata orang tuanya itu orang kaya. Namun tiba-tiba...
            “Indah anakku ini Mamah nak,  dan ini Papahmu. Kemari nak peluk Mamah,” kata Bu Rosa yang tidak bisa menahan dirinya, sambil menyuruh Indah duduk disampingnya lalu membelai rambutnya. Indah pun makin terkejut dengan perlakuan Bu Rosa terhadapnya. Tapi Cinta yang melihat hal tersebut hanya bisa diam.
            “Jadi, mereka orang tua Indah,  aku kira mereka orang tua kandungku,  tidak! aku tidak boleh sedih. Aku harus bahagia karena saudaraku bisa bertemu dengan orang tua kandungnya,”  gumam Cinta dalam hati.
            “Maaf Bu jangan seperti itu karena...,kata Bunda Nia terpotong.
“Oh iya,  seperti yang kami bilang kami akan mengangkat satu anak untuk menemani anak kami. Kami akan mengangkat Cinta juga sebagai anak kami Bu,”  Pak Adam memotong.
            Indah dan Cinta terkejut mendengar semua itu.
            “Ternyata aku benar-benar anak mereka,”  gumam Indah dalam hati.
            “Jika orang tua Indah mencarinya,  lalu di mana ayah dan ibuku? Aku selama ini menunggu mereka. Ah.. merekakan membuangku!  Jadi, untuk apa mereka mencariku lagi. Lagi pula, sekarang aku akan diangkat anak oleh mereka,  dan aku bisa terus bersama dengan Indah. Yang sudah kuanggap saudaraku sendiri,”  gumam Cinta dalam hati.
            “Baiklah Bu tapi prosedur harus tetap dilakukan Ibu dan Bapak harus mengisi berkas-berkas dulu.  Ibu dan Bapak, serta Indah dan Cinta tetap harus menjalankani tes DNA,”  kata Bunda Nia.
            Mereka pun melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan. Namun hasil leb tes DNA belum selesai,  dan akan selesai beberapa hari lagi. Bu Rosa dan Pak Adam pun menyuruh Bunda Nia untuk mengirimkannya ke rumah saja lewat pos. Karena mereka harus plang sekarang masih banyak pekerjaan yang menunggu mereka di sana. Apa lagi Butuh satu hari perjalanan darat untuk sampai rumah karena lokasi panti yang sangat terpencil ini! Bu Rosa dan Pak Adam pun pulang dan membawa serta Indah dan Cinta.

Diperjalanan pulang Bu Rosa sudah memperlakukan Indah, seperti anak sendiri. Cinta dan Pak Adam duduk di depan sedangkan Bu Rosa dan Indah duduk di belakng.
“Sayang maafkan Mamah ya,  apa kamu sehat (sambil mengelus-ngelus rambut Indah)? Maafkan Mamah tidak bisa bisa selalu membelaimu,  menjagamu. Tidak bisa melihatmu waktu kamu pertama kali bisa bicara,  bisa merangkak dan berjalan. Maafkan Mamah atas semua waktu yang kamu lalui tanpa kami. Atas semua kesulitan dan air mata kamu.”
Cinta termenung mendengar ucapan Bu Rosa pada Indah,  tanpa ia sadari air mata menetes dipipinya. Cinta pun mengusapnya dan heran.
            “Tidak apa-apa Mah,” kata Indah.
            Bu Rosa terkejut mendengar ucapan Indah, lalu memeluknya karena senang.
“Sayang itu rumah kita,  sambil menunjuk salah satu rumah di kompleks itu.
Indah dan Cinta terheran-heran melihat rumah itu.
“Waw gede banget,”  kata Indah.
“Iyah,”  tambah Cinta.
Pak Adam dan Bu Rosa hanya tersenyum mendengar perkataan mereka.
Gerbang pun dibuka oleh salah satu penjaga rumah.
“Selamat datang Bu-Pak,” kata Pak Santo penjaga di sana, sambil membuka gerbang kemudian membukakan pintu mobil.
 “Ayo masuk,  ajak Pak Adam.
 Begitu sesampainya di rumah, Indah disambut dengan penuh kemeriahan oleh para asisten rumah tangga. Saat mereka masuk para asisten rumah tangga itu membungkuk hormat, menyambut mereka. Kemudian Bu Rosa menunjukan kamar Indah yang sudah ia siapkan sebelumnya untuk menyambut kedatangan anaknya itu.
“Permisi Bu, barang-barangnya mau ditaruh di mana?” kata mbak Sari (pembantu di rumah itu).
“Oh iya, kamu simpan di situ saja. Sari kamu antarkan Cinta ke kamarnya ya!”  kata Bu Rosa.
“Baik Bu,  ayo Non Cinta!”
Cinta pun diantarkan Mbak Sari ke kamarnya, Cinta pun langsung membereskan barang-barangnya. Setelah selesai, Cinta berpikir untuk melihat isi rumah. Cinta berjalan dan melihat setiap ruang di rumah itu. Lalu Cinta terhenti di depan kamar Indah. Dia melihat Indah sedang bersendau gurau dengan Bu Rosa. Sesekali Bu Rosa bertanya kehidupan di panti sambil mengelus-ngelus rambut Indah.
 “Aku ingin merasakan belaian seorang Ibu, di mana orang tua kandungku? Aku selalu berharap setiap pintu panti yang terbuka adalah orang tua kandungku yang mencariku,”  gumam Cinta dalam hati.
Cinta pun mencoba menenangkan perasaannya dengan pergi ke balkon. Di sana, dia melihat pemandangan sekitar sambil sesekali menghela nafas mengingat pertanyaannya barusan.
Di atas balkon itu dia melihat anak laki-laki yang seumuran dengannya sedang melamun di atas balkon rumahnya. Terlihat pembantunya sedang membawa barang-barang, seperti koper. Tak lama Ayahnya menghampirinya. Lelaki  itu menepuk-nepuk pundak anaknya dan mengajaknya pergi.
Sedangkan Cinta masih terpaku pada anak lelaki itu. Cinta menatap matanya dan mencoba mengartikannya. Terlihat pancaran kesedihan dan seperti enggan meninggalkan tempat itu. Anak lelaki itu pun melihat ke arah Cinta dan melihat tatapan Cinta ke padanya sembari pergi meninggalkan balkon.


            Saat malam hari Bu Rosa tidur di kamar Indah. Dia bercerita bahwa ulang tahun Indah adalah satu bulan yang lalu. Anggap saja semua barang-barang ini adalah kado ulang tahunmu, karena kami tidak bisa merayakan setiap ulang tahunmu dan tidak berada disampingmu selama ini,” kata Bu Rosa pada Indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar