Senin, 06 Februari 2017

HOPE IS A MAGIC - (Tinta Hitam)

Tinta Hitam

            Pagi hari yang cerah, seorang lelaki membuka pintu sangkar burungnya. Burung itu pun terbang lepas ke angkasa, menjelajahi awan dan hinggap tepat di puncak pohon. Lelaki itu pun kembali masuk ke dalam rumah, mencoba menjalani dan menata hidupnya kembali.
            Namaku Pakur, aku pembunuh, aku pemalak, penjudi, dan pemabuk. Semua hal yang kulakukan adalah hal yang paling tuhan benci umatnya lakukan. Semua orang menakutiku, dan setiap aku bertemu dengan mereka, maka mereka tersenyum penuh paksaan serta menunduk penuh kebencian.
            Orang-orang menjulukiku si jagal! Aku menjagal apa saja yang tak ingin kulihat hidup. Aku tak pernah bermimpi akan menjadi seperti ini, apa lagi bercita-cita menjadi diriku yang sekarang. Aku benci pernikahan, bagiku tak ada yang namanya cinta. Munafik bagi orang yang bilang itu ada.
            Cinta? Cinta macam apa yang kalian maksud? Cinta yang murnikah atau jujur? Yang ada hanya perselingkuhan, munafik jika mata-mata kalian tak tertarik pada yang lebih dari apa yang kalian punya.
Cinta yang tulus atau setia? Yang ada cinta karena uang, munafik jika kalian bisa tulus dan setia tanpa uang untuk kalian menyambung hidup.
Cinta apa yang kalian maksud? Cinta sejati? Apa ada cinta sejati diantara sesama manusia di dunia ini? Yang ada hanya arti sebuah kebutuhan yang mengatas namakan cinta.
            Orang tuaku bercerai dan mereka membuangku sendirian. Aku besar dijalanan, tanpa kasih dan petuah. Tahukah kalian betapa mengerikannya jalanan? Bahkan mungkin kalian tidak akan mampu membayangkannya. Jika kalian pikir setan yang tak terlihat itulah yang paling mengerikan, kalian salah. Setan yang paling mengerikan adalah setan berwujud manusia, dengan senyum malaikat dipipinya.
            Manusia akan tumbuh dengan apa yang ia lihat, ia dengar, ia rasakan, dan ia jalani. Begitulah aku, para setan itulah yang membuatku menjadi setan bahkan monster. Mereka bilang kenapa aku bisa menjadi seperti inih? Apa aku menginginkannya? Tak ada yang memeluk anak kecil itu saat ia ketakutan. Tak ada yang menenagkannya saat dia menangis. Dia kehujanan, kelaparan, kedinginan, setan-setan itulah yang menjaganya. Dan memberikan semua yang ia butuhkan dan inginkan, namun apakah di dunia ini ada yang geratis? Kau pikir saja sendiri.
***
            “Kamu itu istri macam apa? Pagi-pagi bukannya nyiapin sarapan, malah sibuk ngurusin diri sendiri. Kamu lihat anak kamu, gak ke urus,” kata Pak Mandra.
Pakur yang saat itu masih berusia delapan tahun, begitu pasrah melihat orang tuanya yang setiap hari bertengkar. Dia pun pergi ke sekolah tanpa pamit, dan langsung beranjak pergi.
            “Ngurusin diri sendiri? Aku minta cerai sekarang juga, kamu pikir dong pakai otak. Kamu masih bisa makan dari mana kalo aku gak kerja?,” kata Bu Lilis.
            “Aku juga lagi cari kerja yah! Jangan mentang-mentang udah sebulan ini kamu yang cari uang, kamu jadi bisa seenaknya. Kamu pikir aku bakal tahan punya istri kaya kamu yang diotaknya cuma duit dan duit. Kamu mau cerai? Oke kita cerai, aku langsung talak tiga kamu,” kata Pak Mandra.
            “Oke, aku pergi!,” kata Bu Lilis yang sudah siap dengan kopernya.
            ‘Oh, jadi kamu sudah mempersiapkan kopermu juga? Gak usah sok nyalahin orang kalo kamu mau pergi. Pergi sanah!,” kata Pak Mandra marah.
            Saat pulang sekolah Pakur sebenarnya malas sekali pulang ke rumah, toh di rumah juga tidak ada siapa-siapa. Dia makan apapun yang ada di dalam kulkas, namun kepulangannya saat itu ke rumah benar-benar berbeda. Setelah beberapa hari setelah kejadian itu, Pakur benar-benar kelaparan karena sudah tak ada makanan lagi di dalam kulkasnya. Setelah kejadian itu, orang tuanya me-ninggalkan dia dan tak pernah kembali. Meninggalkan Pakur kecil sendirian.
            Pakur yang kelaparan mendengar suara ketukan pintu, Pakur yang membuka pintu depan rumahnya. Melihat seorang ibu dengan menggendong anaknya yang masih balita, menanyakan orang tuanya untuk segera membayar kontrakan. Karena sudah dua bulan belum dibayar, Pakur kecil diusir tanpa tahu harus pergi ke mana.
            Jalananlah lingkungan baru bagi Pakur, membentuk karakter dan sejarah hidupnya pun dibuat di sana. Banyak ilmu yang ia dapat mulai dari nyopet, mencuri, maling, malak, dan masih banyak lagi hal yang ia pelajari di sana. Puncaknya berputarnya titik nadir kehidupanku, saat langkahku menuntunku ke sebuah tempat. Tempat yang belum pernah kusinggahi, di sana aku melihat aki-aki dan nenek peot yang bertemu dengan masing-masing membawa keluarga bahagia mereka.
            Aku bunuh nenek peot dan aki-aki itu, teganya mereka mengahdirkanku ke dunia inih. Namun mereka tak mau menuntunku atau mengenalkanku pada dunia. Aku tak mau mati sebelum amarah dan benciku bertemu pada yang seharusnya ia tuju. Walau aku ingin mati, menghilangkan rasa sakit inih. Aku ingin mereka dulu, yang mati merasakan sakit yang teramat meninggalkan keluarga baru mereka yang bahagia. Baru aku puas, sepuas-puasnya mengobati hatiku.
            Sialnya bukan puas yang kudapat setelah tangan ini mengambil nafas mereka, hanya kehampaan yang semakin kurasakan. Nenek peot dan aki-aki itu, ternyata selama ini mencariku tanpa henti. Dan merindukanku tanpa berhenti sedetik pun. Preman dan pembunuh ini juga tuhan ciptakan hati di dalam tubuhnya.
***
“Hitam semua hitam, catatan suram hadir dihidupnya.
Terdapat tinta-tinta hitam dalam hidupnya.
Perbuatan keji yang membawanya ke dalam lubang dosa.
Sehingga dia kesepian.
Duduk diam di ruang hampa.
Menebus dosa di dunia.
Kejadian yang takan hilang dalam benaknya.
Hingga tinggal sesal.
Menatapi keadaan dan menerima hidup di dalam sangkar.
Dia berharap waktu dapat lebih cepat berputar.
Andai saja, dia berpikir pada waktu supaya tidak cepat berputar, tapi kembali.
Kembali untuk mengubah segalanya…
Itulah penyesalan seorang NAPI.”

-Pakur-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar